Jumat, 22 November 2013

MAKALAH TAQWA



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Kata takwa yang sudah umum didengar dan sangat familiar baik di dunia keagamaan maupun pendidikan. Takwa adalah melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarangNya. Takwa juga merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh setiap manusia bahwa segala sesuatu urusan yang dilalui selalu lancar tanpa hambatan. Tetapi sudah merupakan suatu sunatullah bahwa mustahil untuk mendapat sesuatu tanpa perjuangan. Perjuangan, hambatan, gangguan dan apapun bentuknya merupakan bagian dari ujian untuk mendapatkan sesuatu. Seorang ingin lulus sekolah harus melalui ujian, seorang ingin masuk sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan harus melalui tahapan tes yang melelahkan.
Allah menegaskan, bahwa barang siapa yang selalu berupaya merealisir takwanya dalam segala aktivitas riil-konkrit kesehariannya, maka Allah tidak hanya akan memberinya kebaikan di dunia–kebaikan sosial, kebaikan profesi, dan kebaikan solusi bagi problema dirinya, tetapi juga pahala yang sangat besar. Aktualisasi takwa di sisi lain akan mendorong umat manusia, untuk tidak pernah berhenti melakukan perubahan dan kompetisi.

B.     Rumusan Permasalahn
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah yaitu:
1.      Apakah pengertian dari Taqwa?
2.      Apa maksud dari Taqwa?
3.      Seperti apakah Taqwa kepada Allah SWT?



C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisn adalah:
1.      Mengetahui arti Taqwa
2.      Agar Manusia mau menjalankan perintah Allah dan menjahui larangan Allah SWT
3.      Menjadikan haba Allah yang sholeh sholikh

























TAQWA

Ada manusia yang dalam hidupnya, dia tidak mau berusaha. Segala modal dan aset yang ada pada dirinya dibiarkan dan tidak digunakan. Baik ilmu dan pemikirannya, kemahirannya, tenaganya, masanya atau pun kekayaan, tanah dan hartanya. Manusia seperti ini sangat rugi.
Ada pula manusia yang dalam hidupnya sangat berusaha. Digunakan segala kepunyaannya dan segala apa yang ada pada dirinya. Tetapi usahanya itu tidak membawa berkah dan ketenangan kerana usahanya itu tidak dihalakan kepada suatu arah yang tertentu atau kepada hal yang betul. Orang berusaha maka dia pun berusaha. Dia melihat sibuk, dia pun sibuk. Apa tujuannya dia tidak tahu. Oleh karena itu, usahanya tinggal usaha tanpa ada apa-apa hasil yang bermanfaat.
Orang seperti ini, dua kali rugi. Sudah tidak dapat apa-apa seperti orang yang tidak berusaha tadi, ditambah dia dapat letih dan capek serta modalnya habis begitu saja. Orang yang langsung tidak berusaha, setidak-tidaknya dia tidak letihdan modalnya tidak habis.
Begitulah umumnya sifat, watak dan perangai umat Islam  masa kini diseluruh dunia. Mereka malas berusaha atau mereka berusaha tetapi tidak ada niatnya dan hasilnya tidak ke mana. Sudah amal ibadah mereka kurang, disempitkan pula hanya kepada ibadah yang berbentuk khusus semata-mata. Umat Islam hari ini beramal tidak tahu untuk dapat apa. Untuk dapat pujian? Untuk dihormati? Untuk disokong dan diberi undian? Supaya tidak dikucilkan oleh masyarakat atau supaya tidak dihukum kerana tidak bersyariat? Kalau ditanya, paling mereka menjawab kerana mau mengumpulkan pahala. Seolah-olah Surga itu ada maharnya dan bisa dibeli. Ada harga dan nilainya. Semua kenikmatan didunia, semuanya bisa dibeli. Kalau tidak dengan duit, dengan pahala.
Amal ibadah itu sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat.Tujuan kita bersyariat tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membesarkanAllah. Syariat itu tidak besar. Yang besar ialah Allah. Kita beramal dan bersyariat untuk mendapat Allah SWT. Untuk mendapat ridho, kasih sayang dan kekuasaan Allah. Untuk mendapat pemeliharaan, perlindungan dan keselamatan dari Allah.Atau dengan kata lain, untuk mendapat taqwa. Segala amalan itu untuk menambah taqwa. Kerana Allah hanya menerima ibadah dari orang-orang yang bertaqwa. Allah hanya membela, membantu dan melindungi orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang bertaqwa saja yang akan selamat di sisi Allah Taala.
Selama ini ada di antara kita yang memahami taqwa itu sebagai takut. Sedangkan taqwa itu bukan berarti takut kepada Allah. Jadi bilamana khatib membaca khutbah Jum’at, sering kali juga khatib itu melaungkan Ittaqullah, kemudian diterjemahkan sebagai Takutlah kamu kepada Allah. Kalaulah istilah takut itu mau digunakan, maka hendaknya disebut khaufullah. Sebab itu makna sebenarnya takutlah kepada Allah. Takut kepada Allah itu hanyalah satu sifat dari pada berbagai-berbagai sifat taqwa. Ia adalah sebiji buah taqwa dari pada himpunan buah-buah taqwa yang beratus banyaknya. Oleh itu tidaklah tepat ditafsirkan taqwa itu sebagai takut.
Apa pengertian sebenar taqwa? Merujuk kepada bahasa Arab, taqwa itu berasal dari perkataan waqa. Atau lebih tepat lagi ia adalah dari rangkaian kalimah waqa-yaqi-wiqoyah. Waqa ini terjemahannya adalah memelihara. Jadi bila dikatakan ittaqullah itu berarti hendaklah kamu ambil Allah itu sebaga pemelihara. Atau dapatkanlah pemeliharaan dari Allah. Dalam makna yang sama, hendaklah kamu jadikan Allah sebagai benteng. Jadikan Allah sebagai pelindung atau pendinding kamu. Bila Allah sudah jadi pemelihara, atau Allah sudah jadi benteng, maka benda luar yang jahat tidak akan dapat masuk atau menembusikamu. Kamu seolah-olah sudah dipakaikan baju besi oleh Allah sehingga tidak luput kejahatan menembusi kamu.
Timbul pula persoalan bagaimana menjadikan Allah itu sebagai pemelihara atau pendinding? Itulah dia merujuk kepada Iman, Islam dan Ihsan. Iman itu apa? Lebih khusus kita pergi beriman kepada Allah. Dalam arti kata lain, kita kena benar-benar mengenali Tuhan sehingga kita dapat meyakini dan memahami Tuhan itu sendiri. Jadi, bila kita hendak menjadikan Allah sebagai pemelihara, wajiblah kita mengenali Allah itu dahulu. Rasulullah pun mengenalkan Tuhan dahulu kepada pengikutnya dan ia memakan masa selama 13 tahun. Kemudian dari pada itu, seolah-olah Tuhan kata tak cukup dengan itu sahaja. Kamu perlu mengamalkan syariatKu. Itulah dia Islam. Syariat Islam berbagai-bagai. Jadi Tuhan perintahkan amalkan syariatNya yang ada didalamnya perintah suruh dan perintah larang. Jadi, hendak menjadikan Allah sebagai pemelihara, kena ambilsyariat Allah dan amalkan. Buat apa yang disuruh, dan tinggalkan apa yang dilarangNya.
Belum cukup dengan itu, Tuhan arahkan Ihsan pula. Sesudah membuat syariatNya, tidak cukup dengan itu, Tuhan mahukan rohnya pula. Tuhan maha lihat yang dalamnya. Itulah pentingnya ihsan yaitu kita membuat syariat dengan rasa kita melihat Tuhan, dan sudah pasti itu tidak dapat kita lakukan, maka kita mestilah merasai bahawa Tuhan sentiasa melihat kita. Bukan setakat melihat luaran kita tetapi dalam kita juga. Ihsan inilah yang dikatakan sebagai rasa bertuhan. Bila sudah dapat ihsan barulah lengkap paket menjadikan Allah sebagai pemelihara. Tuhan tidak sekadar memberi arahan supaya bertaqwa kepadaNya, tetapi Tuhan bagi satu paket berupa panduan dan amalan caramana hamba-hambaNya dapat bertaqwa kepadaNya. Itulah dia Iman, Islam dan Ihsan.
Bilamana hamba-hambaNya dapat melakukan sedemikian, sampai satu tahap, Allah akan membuat perisytiharan, seolah-olah Tuhan berkata begini: “Orang-orang ini sudah menjadi orang-orang Aku, maka layaklah mereka mendapat pembelaan dari Aku.” Maka, orang-orang yang mengusahakan taqwa sehingga bertaqwa, di waktu itu, mereka akan mendapat pemeliharaan dan pertolongan Tuhan. Ini telah dijanjikan Tuhan dalam Al-Quran. Banyak ayat-ayat menerangkannya dan di antaranya adalah:
a)      “Dan Allah akan menjadi pembela kepada orang-orang bertaqwa” (Al-Jasiyah:19)
b)      “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, akan dipermudahkan urusannya” (At-Thalaq:3)
c)      “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, akan dipermudahkan urusannya” (At-Thalaq:3)
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian, Kedudukan dan Ruang Lingkup Taqwa
1.        Pengertian dan kedudukan taqwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut,menjaga, memelihara dan melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalamanajaran agama islam. Taqwa secara bahasa berarti penjagaan/ perlindunganyang membentengi manusia dari hal-hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan perintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya kerena takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya. Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
2.     Ruang lingkup Taqwa
a)                            Hubungan manusia dengan Allah SWT
b)                            Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
c)                            Hubungan manusia dengan sesama manusia
d)                           Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
              
B.     Hubungan dengan Allah SWT
Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan ikhlasdapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari ketamakan. Dan hatiyang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan mendekatkan diri pada Allah. Segala perintah-perintah Allah tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan merupakan untuk keselamatan manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepadaAllah menurut cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi petujujk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 138:
“Inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa “. (QS. Ali-Imran 3:138)
Manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala cobaan yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas segala dosa yang telah dilakukan.

C.    Hubungan manusia dengan / dirinya sendiri
Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama serta lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nurani kita dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawanafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53:
“ Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku   maha pengampum lagi maha penyayang”.(QS. Yusuf 12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan dirisendiri agar mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat ditandai dengan ciri-ciri, antara lain :
1) Sabar
2) Tawaqal
3) Syukur
4) Berani
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah tersebut terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa dilaksanakan dengan baik. Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha dalam menjalankan segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawakal), karena umat manusia hanya bisa berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah dan berani dalam menghadapi resiko dari semua perbuatan yang telah ditentukan.

D.    Hubungan manusia dengan manusia
Agama Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangasaan dan lain-lain. Semua konsep tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia disebut sebagai makhluk sosial. Maka tak ada tempatnya diantara mereka saling membanggakan dan menyombongkan diri, sebab kelebihan suatu kaum tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya dimata Allah, yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa adalah orang yang paling mulia disisi Allah SWT.
Hubungan dengan Allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerjasama dalam segala bentuk kebaikan dan kebijakan. Surat Al-Baqarah ayat 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab, nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan (merdekakanlah) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat.Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar (imannya) mereka itulah orang yang bertaqwa”. (Al-baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa enam-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allah menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang menepati janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap sesama manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat.

E.     Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup
Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek yang bertanggung jawab menggelola dan memelihara lingkungannya. Sebagai penggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya didunia tanpa harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan segala potensi yang ada didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan menjadi  barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia untuk bekerja keras menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi manusia. Disamping itu, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan alam. Menjaga lingkungan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup dengan saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga memeliharanya agar tidak habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh dari ketaqwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang akan terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan manusia. Contoh dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat  habis oleh manusia mengakibatkan bencana banjir dan erosi tanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan manusia.
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus disyukuri dengan cara memanfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan sebaik-baiknya. Disamping itu alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat Allahdengan cara ini akan menambah kualitas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang sangat menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa batas karena kerusakan manusia.






























BAB III
KESIMPULAN

Ketaatan dan kepatuhan seorang hamba secara nyata diperlihatkan dalam bentuk ibadah ritual atau ibadah mahdhah, Bentuk-bentuk ibadah langsung kepada Allah terdiri dari gerakan-gerakan, ucapan-ucapan dan perilaku khusus. Perilaku-perilaku ibadah tersebut ditetapkan secara standar sesuai dengan perintah Allah dan cotoh rasulullah, Hal ini menunjukkan bukti ketaatan dan kepatuhan tanpa reserve. Gerakan salat yang sesuai dengan perintah Allah menggambarkan ketaatan kepada Allah, karena itu, dalam gerakan maupun bacaan shalat tidak boleh berubah, bahkan dimengerti atau tidak, tidak menjadi menjadi syarat keabsahan shalat sebab yang diperlukan di sini adalah ketaatan pada aturan
http://htmlimg1.scribdassets.com/14k2g7z4owvdte7/images/12-9cd1b6a5a5.jpg
 
























DAFTAR PUSTAKA


Azra. Azumardi, Dr. Prof. Dkk, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum: Jakarta. 2002

Cholid, M, Drs. M, M.Ag, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk PerguruanTinggi, Bandung: STPDN Press, 2003

Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri, Penerbit. PT Ahsana Indah Kitab, Jakarta. 1994

Nata, Abudin, H, Drs, M.A, dkk.Ensiklopedii Islam, Jakarta: PT. Ichtiar BaruVan Hoevem 1996
 
 
http://htmlimg2.scribdassets.com/14k2g7z4owvdte7/images/14-1fac139f37.png
 
http://htmlimg3.scribdassets.com/14k2g7z4owvdte7/images/15-4b1d550245.png







Tidak ada komentar:

Posting Komentar